Jalan Cinta dan Daun-daun Berguguran

Selain menulis sajak atau puisi, di mobitrek aku juga kerap menulis dalam bentuk fiksi cerpen, meskipun hanya merupakan sepotong cerita tanpa ending. Karena keterbatasan tempat pula cerita tersebut sering kujadikan dua bagian yang bersambung.

~

Jalan Cinta

Apakah kesepian memang jalan bagi seorang wanita yang setia? Yang selalu menunggu penuh kasih saat pangerannya mengembara di dunia lain yang entah, mungkin di dunia itu juga ada seorang putri yang lain. Atau bahkan banyak! Vien menghela napas. Menerka-nerka dimana kira-kira pangerannya itu sekarang berada. Bersama siapa? Ngapain? Pertanyaan-pertanyaan yang justru sering menyudutkannya pada sebuah rasa tersiksa. Tapi salahkah ia berpikir demikian?

mobitrek, 21 mei 2008

.

Manekin di Balik Etalase

(lanjutan dari Jalan Cinta)

Enam bulan bukan waktu yang singkat untuk mengenal seseorang, meskipun juga bukan waktu yang lama untuk memahami seluruh karakternya. Tapi Vien telah hapal di luar kepala, apa dan bagaimana Reno di luar sana. Mantan playboy kampus itu terlalu sibuk dengan semua cewek yang pernah jadi korbannya, hingga mungkin Vien kadang hanyalah seonggok manekin cantik bagi Reno. Dianggap tidak bernyawa dan tidak berhati. Dibiarkan kesepian dibalik etalase dan hanya bisa mengamati lalu lalang dan riuhnya dunia Reno yang tidak ia pahami.

mobitrek, 22 mei 2008

~

Daun-daun Berguguran

Aku duduk di taman itu sendirian. Menunggunya. Di bawan pohon akasia yang sesekali menggugurkan daunnya. Entah sudah berapa lama aku hanya termangu disini. Beberapa kali angin datang, menggoyangkan ujung jilbabku dan berseru,

“Pulanglah! Kau hanya akan kecewa menunggunya.”

Tapi aku diam dan tak bergeming. Memandangi sehelai akasia yang baru saja jatuh di depanku dan terserak di tanah begitu saja. Mungkinkah suatu saat harapanku juga seperti daun itu? Satu demi satu berguguran ke tanah, dan mjd sampah..

.

Dia Tidak Datang

(lanjutan dari Daun-daun Berguguran)

Aku berada di batas penantianku, tapi sosok itu tak juga muncul. Sosok yang kutunggu sejak senja mulai berlalu. Aku mengemas butiran lembut di sudut mataku dengan jari. Sedih dan kecewa. Entah perasaan apalagi yang kupunya saat ini. Aku bangkit dan bersiap hendak pergi saat ponselku berbunyi. Sebuah sms. Dari dia.

maaf aku tak bisa kesana. jangan marah ya..

Ahh.. kesedihanku kian membuncah. Kenapa hanya amarah yg bisa kau baca dari mataku? Kenapa tak pernah membaca kesedihan dan air mataku?

mobitrek, 26 juni 2008

~

Mengejar Matahari

Senja bermuram durja. Setiap kali matahari akan meninggalkannya dan menuntunnya pada malam selalu membuatnya merasa sendirian. Aku pun tergugu.

“Kau juga akan meninggalkanku kan?” tanyaku.

“‘Aku akan kembali esok pagi,” jawabmu.

“Tapi esok kau tak kan temui aku..” aku makin tergugu.

“‘Semua hanya masalah waktu. Jika kesejatian cinta itu memang milikmu, kita pasti akan bertemu. Hari ini kau menjadi pelangi, mungkin kelak kau jadi embun pagi. Sebagai apapun kita akan tetap bertemu. Dalam bentuk apapun, dalam wujud apapun..”

mobitrek, 17 juli 2008

~

Titip Rindu Buat Mama

Vina membetulkan letak ransel di punggungnya. Sesekali ia menoleh ke belakang, memandang jalan ke arah selatan. Dari jalan itulah tadi dia datang, dan kira-kira sepuluh kilo dari tempatnya sekarang berdiri ada sebuah rumah yang rasanya begitu berat ia tinggalkan.

“Kalo hatimu belum mantab, kamu masih bisa mengundurkan diri,” kata Liz seakan bisa membaca kegelisahannya. Vina menggeleng pelan.

“Tidak,” katanya. “Aku hanya ingin mengucapkan selamat tinggal, sekiranya kelak aku tak bisa kembali lagi kesini.”

“Jangan berkata seolah-olah kamu pergi untuk mati!” protes Liz. “Sebelumnya kami memang jarang menerima anggota baru.”

“Yeah.. I know!” sahut Vina sambil tertawa. “Aku bisa ikut rombongan ini juga karena rekomendasi dari kamu kan?!”

“Ya! Karena yang lain cukup mengenalku dan mempercayaiku. Dengan kata lain aku juga harus bertanggung jawab atas keputusanku. Jadi berhati-hatilah, Vin.. aku tak ingin terjadi apa-apa denganmu. Bukan karena hal itu akan jadi tanggung jawabku, tapi karena kamu sahabatku..”

Vina tersenyum dan mengangguk.

“Tenanglah!” katanya mencoba meyakinkan. Lalu hening menyelimuti mereka untuk beberapa saat, hingga sebuah kijang hijau metalik berhenti tepat di depan mereka. Perlahan kaca depannya terbuka dan sebuah kepala melongok keluar.

“Sudah siap kan? Cepat naik!” perintahnya sambil memberi isyarat agar Vina dan Liz duduk di jok belakang. Mereka berdua pun segera naik ke dalam mobil itu. Untuk terakhir kalinya sebelum mobil itu melaju Vina menoleh ke belakang. Menerawang jauh ke rumah dan membayangkan mamanya sedang membaca suratnya. Maaf, Ma.. aku tak punya cara lain untuk pamit padamu.. desahnya pelan.

mobitrek, 23 agustus 2008

~

Dieng Lt. 3

Dia duduk di sampingku, hanya berjarak beberapa centi di sebelah kananku. Sesekali kulirik wajahnya, berharap ada sesuatu yang bisa kutemukan disana. Minimal pada mata tajam di balik kaca mata minus yang ia pakai. Tidakkah hari ini istimewa baginya? Tapi tak kutemukan apa-apa selain sepi. Dingin mulai menyapa mengiringi langit yang telah semburat jingga. Aku menggigil, merapatkan jaket dan diam-diam mendekap hatiku yang membeku. Terasa sunyi dan sendiri disini, tanpa siapa-siapa. Dia berada di dekatku tapi seperti bermil-mil jauhnya..

mobitrek, 26 desember 2008

~ by desinta wp on 20/10/2009.

One Response to “Jalan Cinta dan Daun-daun Berguguran”

  1. Hey! I know this is kinda off topic but I’d figured
    I’d ask. Would you be interested in exchanging links or maybe guest authoring a blog post or vice-versa?

    My website discusses a lot of the same topics
    as yours and I feel we could greatly benefit from each other.
    If you are interested feel free to send me an e-mail. I look forward to hearing from you!
    Fantastic blog by the way!

    Like

Leave a comment